Stakeholder Engagement

Di dalam project management secara tradisional, istilah Stakeholder Management adalah suatu proses mengelola orang-orang yang terlibat di dalam suatu project. Awalnya kita mulai dengan mengidentifikasi Stakeholders, kemudian lanjut ke proses bagaimana peranan Stakeholders di dalam project plan dan executing, sampai project berakhir dan mereka tidak terlibat lagi di dalam suatu project. 

Ketika kita berbicara mengenai “managingpeople, ini berimplikasi kalau kita meminta mereka apa yang harus dikerjakan, dan juga mengelola aktivitas mereka. Karena istilah inilah akhirnya PMBOK mengganti dengan kata Engagement. Yaa, jadi terdengar lebih masuk akal dalam hal supporting dan collaboration. Tidak lagi menggunakan kata Management yang terdengar lebih konservatif.

Project Manager atau Agile Practitioner memegang peranan penting dalam mengedukasi Stakeholder mengenai pendekatan Agile yang baik dan benar. Edukasi ini termasuk goals, value, practices, dan benefits. Beberapa Stakeholder yang perlu diedukasi antara lain: Executive and Project Sponsors, Managers, Development Team, User Community, dan Supporting Groups.

Salah satu keuntungan menjaga Engagement dengan Stakholders adalah mencegah Stakeholders kehilangan minat mereka terhadap project di tengah-tengah suatu proses. Proses iterasi membantu Stakeholders mendapatkan visibility yang baik selama project berlangsung. Selain itu juga untuk memastikan team mengetahui change request sesegera mungkin, dan membantu team dalam mengidentifikasi potential risk, issue, dan defect. Salah satu cara bagaimana proses Engagement ini berjalan adalah dengan kolaborasi antara Product Owner dan Stakeholders melalaui Product Backlog Prioritization.

Project dibuat untuk People dan oleh People. Project-project yang bersifat Knowledge Projects seringkali tidak dapat diukur (tangible product). Oleh karenanya, komunikasi yang efektif dengan Stakeholders menjadi sangat penting untuk memastikan team tahu apa yang mereka kerjakaan dan apa yang Customer inginkan.

Di tulisan sebelumnnya, saya membahas mengenai Gulf Evaluation, yaitu communication failure dalam menjelaskan sesuatu yang intangible. Karena sering terjadi perbedaan tersebut, maka penting untuk dapat dicari perbedaan tersebut sedari awal. Salah satu teknik yang digunakan dalam pendekatan Agile adalah dengan menggunakan testing secara regular, checkpoints, dan review untuk mengidentifikasi masalah sebelum menjadi besar

 

Principles of Stakeholders Engagement

  • Get the right Stakeholders: memastikan kita mendapatkan akses ke orang-orang yang secara efektif membantu kita di dalam project dan juga orang-orang yang dapat mengambil keputusan secara cepat.
  • Stakeholders Involvement: memastikan semua Stakeholders “stay engaged”. Bisa dengan cara mengirimkan project status report, atau mengikut sertakan Stakeholders dalam proses Review sebelum release suatu Feature. Apapun caranya, Stakeholders memiliki visibility yang jelas terhadap project berjalan.
  • Manage Stakeholders Interest: memberikan apresiasi terhadap keterlibatan Stakeholders. Bisa dengan meminta feedback kepada Stakeholders, atau juga bisa dengan melakukan perayaan terhadap project accomplishment.
  • Discuss What “Done” Looks Like: memastikan tidak ada gap requirement yang terjadi antara customer dengan development team.
  • Show Progress and Capabilities: sangat penting untuk memberikan update secara periodik ke Stakeholders mengenai apa yang sedang dikerjakan. Demo atau presentasi tidak hanya mengecek kita membuat sesuatu yang benar, tapi juga memberikan progress ke customer atau sponsor.
  • Discuss Estimates and Projections: salah satu keuntungan stay engaged dan menunjukkan hasil pekerjaan secara periodik adalah kita bisa melihat rate of progress yang bisa kita jadikan estimasi. Dengan mengetahui estimasi kapan project akan selesai, customer dan team dapat mengambil keputusan dengan baik.

 

Establishing a Shared Vision

Salah satu cara menyamakan visi antara Customer dan Project Team adalah melalaui Project Charter atau bisa kita sebut sebagai Agile Charter. Di PMBOK Guide, Develop Project Charter adalah proses untuk menjelaskan suatu project secara high level, memperoleh kesepakatan, dan mendapatkan autoritas dalam menjalankan suatu project. Sedangkan dalam agile environment, menghasilkan dokumen yang lebih fleksibel yang memperbolehkan team untuk merespon perubahan dan kebutuhan teknologi yang digunakan, dan deliver value ke customer dengan cepat. Dalam Agile Charter, kita bisa menggunakan beberapa pertanyaan berikut.

  • Who will be engaged?
  • What is this project about?
  • Where will it occur?
  • When will it start and end?
  • Why is it being undertaken?
  • How will it be undertaken?

Salah satu cara untuk mengeksplorasi proses chartering ini adalah dengan menggunakan project elevator statement, atau penjelasan singkat yang berisi mengenai goals, benefits, dan attribute suatu project atau product. Bisa juga dengan menggunakan Definition of “Done”, agile modeling, wireframes, dan personas.

 

Communicating With Stakeholders 

Sangat penting di dalam lingkungan Agile untuk berkomunikasi sesering mungkin untuk memastikan setiap orang on the same page dan kept up to date, karena komunikasi memberikan peranan yang penting dalam keberhasilan suatu project. Berikut adalah beberapa konsep fundamental dalam berkomunikasi di lingkungan Agile.

  • Face to face Communication: salah satu cara berkomunikasi yang paling disarankan di lingkungan Agile adalah face to face communication. Ini adalah metode yang paling efektif karena memiliki interaksi yang tinggi dan juga keragaman informasi.
  • Two-Way Communication: tidak seperti traditional top-down dimana stakeholders berkomunikasi secara searah dari atasan ke bawahan, motede two-way collaborative memberikan kesempatan secara cepat untuk mendapatkan feedback dari recevier ketika sender mengirimkan message.
  • Knowledge Sharing: knowledge sharing di agile terjadi di beberapa level. Seperti product requirements dan product demonstration, kanban board, information radiators, personas, dan wireframe. Agile menekankan knowledge sharing dengan menggunakan low-tech, high touch, dimana orang dapat melihat dengan cepat apa yang terjadi di feature/ product development.
  • Information Radiators: merupakan highly visible displays yang didalamnya terdapat chart, graphs, dan juga ringkasan dari data-data project. Information radiators bisa menampilkan feature delivered, who is working on what, feature selected, velocity, defect metrics, threats and issues, story maps, dan burn charts.

 

Working Collaboratively

Agile Manifesto menyoroti kolaborasi Stakeholder di manifesto ke 3 (Customer collaboration over contract negotiation) dan prinsip keempat (Business people and developers must work together daily throughout the project). Beberapa keuntungan dari kolaborasi adalah kita bisa mengambil keputusan dengan lebih baik dan bijak, mendorong pemecahan masalah, membangun relationship, dan juga menumbuhkan rasa memiliki dalam setiap permasalahan yang ada. Berikut adalah beberapa cara yang yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kolaborasi

  • Workshops: berbeda dengan kebanyakan meeting pada umumnya, di workshop ini setiap peserta diajak untuk bisa saling engage dengan peserta lain, mempunyai goal yang jelas, dan schedule yang visible. Kata kuncinya adalah engagement.
  • Brainstorming: peserta diajak untuk generate ide sebanyak mungkin dengan spontan, cepat dan sebanyak-banyaknya. Aturan di brainstorming ini adalah “There are no stupid ideas”.
  • Collaboration Games: ini adalah bentuk permainan inovasi untuk memahami suatu complex atau ambiguous issues dan mendapatkan konsensus atas solusi-solusi. Beberapa permainan yang bisa dilakukan di Agile Projects antara lain: Remember the Future, Prune the Product Tree, Speedboat, Buy a Future, dan Bang-for-the-Buck.

 

Critical Interpersonal Skills

Interpersonal Skills adalah critical success factor di Agile Project.

  • Emotional Intelligence: salah satu kemampuan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mempengaruhi emosi diri kita sendiri, orang lain, dan kelompok. Cara terbaik untuk bisa memiliki Emotional Intelligence yang baik adalah dengan memulai dari diri sendiri. Self Awareness –> Self Management -> Social Awareness -> Social Skills.
  • Active Listening: menyimak dengan baik apa yang orang lain ingin ungkapkan daripada sekadar mendengarkan apa yang orang lain bicarakan. 3 tingkatan Active Listening adalah Internal Listening -> Focused Listing -> Global Listening.
  • Facilitation: kemampuan untuk memahami bagaimana cara menjalankan Workshop atau Meeting secara efektif. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk bisa melakukan Facilitation, yaitu: Goals, Rules, Timing, Assisting.
  • Negotiation: negosiasi yang sehat adalah mengijinkan setiap pihak untuk bisa menginvestigasi beberapa pilihan dan juga alternatif perspektif.
  • Conflict Resolution: memahami tingkatan conflict di suatu environment dapat memahami situasi secara objective, dan juga tindakan yang perlu diambil berdasarkan situasi.
  • Participatory Decision Making: memaksimalkan keterlibatan Stakeholders dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan komitmen dan keterlibatan.

Leave a Reply

Basic HTML is allowed. Your email address will not be published.

Subscribe to this comment feed via RSS

18 − nine =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.