Hijaunya Pangalengan
Menjelang pergantian tahun, biasanya keluarga besar sudah merencanakan acara malam tahun baru. Berhubung tempat tinggal saudara yang tidak terlalu berjauhan, kami selalu menggilir rumah siapa yang akan ketempatan. Kebetulan sekali, tahun ini, rumah saya yang akan menjadi “korban” keramaian. Haha..
Saya pesimis, tahun ini kami bisa berkumpul bersama di rumah. Dua kakak sepupu masing-masing punya bayi dan sepertinya agak kerepotan kalo membawa mereka. Beberapa adik sepupu punya acara tahun baru dengan teman-temannya. Adik baru saja menikah dan punya acara tahun baruan sendiri. Sedangkan Om baru saja selesai pulang dari rumah sakit karena menderita typhus selama 4 hari.
Di tengah kegalauan, tiba-tiba tante menghubungi saya. “Di, gimana kalo tahun baruan, kita jalan-jalan ke Pangalengan, kebetulan cuti sakit om masih ada sisa 2 hari”. Yess! akhirnya kesampean juga pergi ke Pangalengan. Kalo mendengar cerita 3 adik sepupu tentang indahnya Pangalengan membuat saya iri sekali. Ajakan tante ternyata ada maunya. Saya diminta untuk menjadi supir selama perjalanan. Haha.. Karena saya menolak, akhirnya adik ipar yang harus menerima nasib sial menjadi supir selama perjalanan. Pangalengan terletak di sebelah selatan kota Bandung. Lokasinya berjarak 45Km dari pusat kota Bandung.
Perjalanan kami mulai sabtu pagi. Dengan menggunakan MPV yang berisikan 8 orang, kami pun menuju Pangalengan. Rute perjalanan: Citeureup – Jagorawi – JORR – Cikampek – Cipularang – Moh. Toha – Dayeuh Kolot – Banjaran – Pangalengan. Perjalanan kami tempuh selama 4 jam. Keluar tol Moh. Toha sampai daerah Banjaran agak sedikit macet karena kami harus melewati beberapa pasar tumpah. Ketika memasuki jalan raya pangalengan, jalanan mulai lengang dan menanjak menuju perbukitan. Berasa seperti di puncak, dengan pemandangan kebun teh dan terasering sepanjang perjalanan. Saya pun menjumpai beberapa tempat penginapan sepanjang jalan raya pangalengan. Kata tante, daerah di sini sudah menjadi objek wisata dan banyak dibangun vila atau residence sepanjang jalan raya pangalengan. Pangalengan mempunyai banyak objek wisata, seperti perkebunan teh Malabar yang dikelola oleh PTPN VIII, makam KAR Bosscha yang lokasinya berada di perkebunan teh Malabar, kolam pemandian air panas Cibolang dan Situ Cileunca.
Perkebunan Teh Malabar
Sesampainya disana, kami tidak ingin membuang waktu begitu saja. Kami langsung menuju perkebunan teh Malabar yang lokasinya hanya berjarak 500 meter dari rumah Om. Dari pintu gerbang, kami berbelok ke kanan menuju Malabar. Ongkos masuknya 2000 rupiah saja.
Sejauh mata memandang, hamparan kebun teh yang menghijau dan dari kejauhan tampak pemetik teh dengan topi khas mereka. Udara begitu dingin dan kabut mulai menyeruak dari lembah perbukitan, padahal jam di tangan menunjukkan pukul 12 siang. Cuaca disini tidak bisa diprediksi, kadang gerimis.. kadang cerah.. eh tiba-tiba gerimis lagi. Malabar terletak di ketinggian 1.550 mdpl dan cuaca berkisar dari 16 hingga 26 derajat celcius. Brrr… dingin. Di tempat ini, terdapat Wisma Malabar, yang aslinya dibangun pada 1894 sebagai kantor administratur perkebunan teh Malabar sekaligus sebagai rumah tinggal KAR Bosscha.
K.A.R. Bosscha
Karel Albert Rudolf Bosscha (Den Haag, 15 Mei 1865 – Malabar Bandung, 26 November 1928) merupakan orang yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat pribumi pada masa itu dan juga merupakan seorang pemerhati ilmu pendidikan khususnya astronomi.
Pada bulan Agustus 1896 Bosscha mendirikan Perkebunan Teh Malabar. Dan pada tahun-tahun berikutnya, ia menjadi juragan seluruh perkebunan teh di Kecamatan Pangalengan. Selama 32 tahun masa jabatannya di perkebunan teh ini, ia telah mendirikan dua pabrik teh, yaitu Pabrik Teh Malabar yang saat ini dikenal dengan nama Gedung Olahraga Gelora Dinamika dan juga Pabrik Teh Tanara yang saat ini dikenal dengan nama Pabrik Teh Malabar.
Setelah puas menikmati panorama perkebunan teh Malabar, kami kembali ke rumah om. Karena rumah om akan dijadikan tempat ngumpul acara tahun baruan, terpaksa kami pun mengungsi ke tempat saudara di daerah Wanasuka. Kalo perkebunan Malabar menuju ke kanan dari pintu gerbang perkebunan, kami berbelok ke kiri menuju Wanasuka. Di sini kami melewati perkebunan teh dan pemandian air panas Cibolang. Sayang, jalan menuju Wanasuka agak rusak, tidak sebagus jalan menuju Malabar.
Di Wanasuka, kami menyempatkan diri beristirahat. Uniknya disini, tidak ada sumur sama sekali, sumber air bener-bener berasal dari mata air. Mata air ini kemudian disalurkan ke rumah-rumah menggunakan selang dan air dibiarkan begitu saja mengalir di kamar mandi. Suhu airnya sendiri bisa mencapai 10 derajat celcius. Hmm.. cukup membuat saya ragu untuk mandi. Kalo gak mandi, badan gak enak. Kalo mandi.. berasa mandi di kulkas. Hahaha. Akhirnya… saya memberanikan diri juga untuk mandi.
Tepat jam 12 malam, terdengar suara kembang api yang bersahutan. Terdengar jelas keriuhan dan keceriaan anak-anak dari halaman rumah, sedangkan saya… meringkuk kedinginan dan enggan beranjak dari tempat tidur. Suara SMS dan BBM kalah ditelan hingar bingarnya kembang api yang serasa tidak ada habisnya dan saya… masih meringkuk kedinginan. Tahun baru yang aneh..
Situ Cileunca
Rencana awal berangkat jam 6 menuju pemandian air panas Cibolang rusak sudah. Cuaca yang dingin membuat kami susah beranjak dari tempat tidur. Karena sudah agak siang, kami memutuskan untuk melewatkan air panas Cibolang dan langsung menuju Situ Cileunca.
Situ Cileunca terletak tidak jauh dari Kecamatan Pangalengan. Situ ini diapit oleh dua desa yaitu Desa Wanasari dan Desa Pulosari. Sama dengan Malabar, Situ ini juga sebelumnya dikelola oleh warga Belanda. Harga tiket masuknya tergolong murah, cukup 3000 rupiah saja. Disini pengunjung disediakan saung untuk beristirahat dan jasa penyewaan perahu untuk mengelilingi Situ. Dan lagi-lagi.. gerimis 🙁 kalo jalan-jalan di awal musim hujan, siap-siap aja dengan cuaca yang tidak menentu di Pangalengan. Kalo tidak beruntung, seharian bisa hujan. Percuma deh bawa kamera canggih, kalo seharian hujan mulu.. Hahaha.
Oleh-oleh Serba Susu
Susu merupakan salah satu penghasilan terbesar masyarakat Pangalengan. Disini kami banyak menjumpai toko-toko yang menjual produk olahan susu, seperti dodol susu, karamel, yoghurt, kerupuk susu dan permen susu. Tante memborong banyak sekali karamel dan dodol susu. Sedangkan saya memborong 3 dodol susu dan 3 permen susu nasional yang saya jadikan oleh-oleh untuk teman-teman di kantor.
Waktu menunjukkan jam 3 sore. Sebelum pulang, kami menyempatkan diri untuk mampir ke kampus Telkom di daerah Buah Batu, Bandung. Kalo yang ini, pesenan adik sepupu yang ingin melihat kampusnya sebelum kuliah nanti. Hehe..
One Response to “Hijaunya Pangalengan”
[…] dataran tinggi Bandung Selatan terlihat begitu cantik dan seksi. Setelah minggu lalu jalan-jalan ke Pangalengan, entah rejeki apa minggu ini, tiba-tiba sahabat saya Panji dan Riri mengajak saya ke Ciwidey. […]