Functional Manager vs Project Manager
Kali ini saya mau sharing tentang pengalaman saya dan teman-teman saya yang bekerja di struktur organisasi Matrix. Dalam budaya kerja dengan tipe organisasi Matrix, seorang Project Manager membagi tanggung jawab dengan Functional Manager. Sampai sini tidak ada yang salah dengan tipe organisasi ini. Hanya saja jika power Functional Manager lebih besar dari Project Manager, mulailah timbul masalah.
Seorang Project Manager tidak mendapatkan People/ Resource untuk mengerjakan sebuah Project. Sedangkan seorang Functional Manager terus menerus mengatakan “Tidak Ada”, tanpa sebuah solusi. Jika interpersonal skill sudah tidak mempan, ujung-ujungnya Project Manager menggunakan senjata terakhir yang bernama Escalation. Seorang Functional Manager akan dipanggil oleh Delivery Manager/ Kepala Divisi/ PMO ataupun seseorang yang berwenang terhadap Project Delivery di perusahaan.
Kemudian Functional Manager akan dimintai keterangan kenapa tidak ada People/ Resource untuk sebuah Project. Setelah Functional Manager dipaksa untuk mengeluarkan People/ Resource, ada sedikit aroma kekesalan disitu. Functional Manager dinilai tidak mampu untuk mengatur People/ Resource yang ada dalam sebuah Project. Di satu sisi Project Manager dinilai tidak mampu dalam berkomunikasi dan mengatur People/ Resource yang ada. Sebuah dilema dalam perusahaan dengan struktur organisasi Matrix. Functional Manager dan Project Manager seharusnya bahu membahu dalam mengatur People/ Resource yang ada, justru yang ada selalu timbul conflict of interest.
Dari cerita di atas, sepertinya teman saya ini berada di Organisasi Weak Matrix, dimana Authority seorang Project Manager sangat rendah tapi dituntut untuk bertanggung jawab dan menangani Project Team secara Full Time (Balanced Matrix atau Strong Matrix).
Functional Manager adalah seseorang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap unit organisasi, seperti Departemen, di dalam suatu perusahaan. Secara spesifik, Functional Manager membawahi technical skillset yang dimiliki oleh perusahaan. Sebagai contoh: Development Manager membawahi beberapa Software Developer. Business Analyst Manager membawahi beberapa Business Analyst. Di satu sisi, Project Manager membawahi sebuah Team yang terdiri cross-functional team. Dalam satu Project, seorang Project Manager bisa saja bekerja dengan Business Analyst, Developer, Implementor, Tester, Call center atau Customer Service. Dimana masing-masing function tersebut memiliki seorang Functional Manager.
Functional managers are key individuals who play a management role within an administrative or functional area of the business, such as human resources, finance, accounting, or procurement. They are assigned their own permanent staff to carry out the ongoing work, and they have a clear directive to manage all tasks within their functional area of responsibility. The functional manager may provide subject matter expertise or their function may provide services to the project.
PMBOK Guide, page 33
1. Company Culture
Budaya disini adalah sikap atau perilaku karyawan di dalam perusahaan yang terbentuk karena kebiasaan secara terus menerus. Budaya ini bisa positif atau negatif. Mungkin anda pernah mendengar, suatu perusahaan yang karyawannya menyapa karyawan yang lain setiap masuk kantor di pagi hari. Atau contoh yang paling umum kita temui, yaitu farewell party setiap karyawan yang mengundurkan diri atau menemukan tempat dan gaji yang lebih baik.
Nah, salah satu contoh yang menghambat kolaborasi antara Functional Manager dan Project Manager adalah budaya senioritas. Yes, budaya kampus yang mengkastakan mahasiswa dengan sebutan senior dan junior ternyata juga ada di perusahaan. Tidak terlihat, tapi terasa. Saya ingat betul ketika pertama kali menyapa seorang Functional Manager di minggu pertama saya bekerja, jawaban yang saya terima adalah “Ngapain lo PM baru udah sok-sokan mau diskusi tentang resource management. Urusan ada atau nggak ada resource di Project elo bukan urusan gue”. Sungguh, awal perkenalan yang menarik. Hahaha
Ketika (semua) Functional Manager adalah orang yang “berkuasa” dan Project Manager sudah menyerah ketika dihadapkan pada seseorang yang unik tersebut, sudah dapat dipastikan keributan adalah hal yang biasa dalam memulai Project. Interpersonal skill seorang Project Manager benar-benar diuji, tentunya tanpa harus melakukan begging (memohon-mohon dengan tampang muka memelas) untuk mendapatkan People/ Resource.
3. Communication
Tahukah anda bahwa porsi komunikasi seorang Project Manager dalam menangani suatu Project adalah 90%. Porsi yang besar ini sangat menentukan sukses atau tidaknya suatu Project. Seorang Project Manager harus mampu dalam mengirimkan dan menerima pesan dengan baik. Active Listening adalah hal pertama yang wajib dilakukan oleh Project Manager. Selanjutnya Project Manager akan melakukan kolaborasi di dalam Project Team untuk membentuk Friendliness, Trust, dan Respect.
Saya punya pengalaman dengan Functional Manager unik seperti yang teman saya temui. Functional Manager ini mempunyai karakter sangat keras dan sangat super posesif terhadapa timnya. Yang saya lakukan adalah berusaha mencari waktu luang agar bisa berdiskusi diluar urusan kantor atau Project. Diskusi bisa berawal dari kesamaan minat/ hobi, kesamaan aktivitas di luar kantor, ataupun hal-hal faktual yang menarik untuk didiskusikan. Hasilnya, saya selalu mendapatkan the best people dari timnya untuk masuk ke dalam Project yang saya tangani. Saya percaya bahwa tidak ada hal yang sulit untuk dipecahkan dengan berkomunikasi. Intinya tidak perlu gengsi atau malu.
3. Resource Management
Saya selalu senang diskusi tentang Resource Management, baik dengan Functional Manager ataupun Team Member. Saya dapat mengetahui load pekerjaan team member dari sini, dan ini membantu saya sekaligus Functional Manager dalam memberikan tugas kepada team member di berbagai Project. Banyak Functional Manager yang saya temui tidak memilik Resource Mangement. Bahkan Resource Histogram pun tidak. Artinya Functional Manager tidak memiliki ukuran bagimana team member bekerja dalam berbagai Project. Ukurannya hanya berupa insting dan pertanyaan umum “Bro, lo masih ada slot gak buat Project A”. Team member tidak punya pilihan. Dijawab “Iya” kerjaan jadi bertambah, dijawab “Tidak” pun nanti dikira tidak mampu. Jika semua team member sudah dalam kondisi yang overload, tinggal menunggu waktu saja satu per satu akan resign dengan sendirinya. Project Manager yang tidak menahu dengan kondisi seperti ini terkadang suka menerima kekesalan dari Functional Manager. Lagi-lagi Project Manager dinilai tidak jago dalam mengelola team member karena kurangnya team buy-in antara Project Manager, Functional Manager dan Project Team.
Itulah mengapa, setiap bertemu dengan Functional Manager saya selalu berdiskusi tentang Resource Management, karena team member tidak hanya bekerja di satu Project dan setiap Project terkadang mempunyai skala prioritas dari Management/ Project Management Office (PMO).
3. Be Positive
Project jangan selalu dilihat dari sisi menggunakan People/ Resource dengan efektif dan efisien saja, tapi juga perlu dilihat dari sisi pengalaman masing-masing People/ Resource untuk terus berkembang baik secara pribadi maupun skillset. Project Manager harus jeli melihat skillset masing-masing team. Dengan adanya peningkatan pengalaman di dalam Project, tentunya akan memberikan kontribusi yang positif ke dalam Functional Management/ Department.
One Response to “Functional Manager vs Project Manager”
[…] adalah seorang Project Manager. Tapi perlu dilihat juga, apakah kamu berada di struktur organisasi Functional, Matrix atau Projectized. Karena tipe struktur organisasi menentukan seberapa besar Power Project Manager dalam mengelola […]