Jelajah Kota Toea – Passer Baroe 1821
Gara-gara ngeliat foto temen di fesbuk yang lagi jalan-jalan di pelabuhan sunda kelapa, saya jadi kepingin. Kepingin naik sepeda onthelnya sambil keliling pelabuhan. Kayaknya romantis banget, jalan-jalan naik sepeda sambil boncengan sama yayang sore-sore. Dari dulu pengin banget bisa jalan-jalan ke kota tua, tapi ya itu.. sabtu minggu suka ada kerjaan mendadak yang menyebalkan. Cari informasi di google, eh ketemu iklan banyak banget mengenai kota tua. Salah satunya “Jelajah Kota Toea”. Setelah nanya-nanya banyak sama panitianya, akhirnya saya memutuskan untuk ikut. Bayar 35 ribu/ orang via transfer bank mandiri. Total 140 ribu yang harus dibayar (saya dan someone, temen kantor dan someone’nya). Bukti transfer inilah yang digunakan sebagai tiket yang akan ditukar dengan ID card pada saat acara.
Jelajah Kota Toea ini diselenggarakan oleh Komunitas Jelajah Budaya (KJB) yang bekerjasama dengan Museum Bank Mandiri. Jelajah Kota Toea kali ini mengambil tema “Jelajah Kota Toea: Passer Baroe 1821”. Adapun rute yang dilalui adalah: Stasiun Pondok Cina (yang ini rute tambahan sendiri dari rumah.. hehehe), Stasiun BEOS, Stasiun Joeanda, Jalan Pintu Air, Kantor Pos Filateli, Gedung Kesenian Jakarta, Gedung Antara, Passer Baroe, Klenteng Sin Tek Bio, Gank Kelinci dan Gereja Ayam.
Untung aja KRL Ekonomi minggu pagi nggak telat. Sempet takut telat juga, bidadari cintaku baru berangkat dari rumah jam 6 lewat, hu..hu.. sedangkan saya udah nangkring di halte gundar dari jam 6. Sungguh teganya dirimu.. de.. de. Berangkat jam setengah tujuh dari stasiun pocin, sampe stasiun kota jam setengah delapan. Sesampainya di Museum Bank Mandiri ternyata acara belum dimulai. Saya langsung menuju loket yang bertuliskan ‘Registrasi Jelajah Kota Toea’, tukar bukti transfer dengan ID Card beserta nama kelompok, tiket KRL Ekonomi Jakarta – Depok, sinopsis perjalanan, air mineral dan roti. Acara ini diikuti lebih dari 200 peserta. Kata panitianya, segitu sih masih dikit, biasanya bisa diikuti sampai 500 lebih peserta. Wueedaan.
Museum Bank Mandiri
Museum ini bertempat di Jl. Lapangan Stasiun No. 1. Museum yang menempati area seluas 10.039 m2 ini pada awalnya adalah gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau Factorji Batavia yang merupakan perusahaan dagang milik Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan.
Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) dinasionalisasi pada tahun 1960 menjadi salah satu gedung kantor Bank Koperasi Tani & Nelayan (BKTN) Urusan Ekspor Impor. Kemudian bersamaan dengan lahirnya Bank Ekspor Impor Indonesia (BankExim) pada 31 Desember 1968, gedung tersebut pun beralih menjadi kantor pusat Bank Export import (Bank Exim), hingga akhirnya legal merger Bank Exim bersama Bank Dagang Negara (BDN), Bank Bumi Daya (BBD) dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) ke dalam Bank Mandiri (1999), maka gedung tersebut pun menjadi asset Bank Mandiri.
Stasiun B.O.S
Beos kependekan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur), sebuah perusahaan swasta yang menghubungkan Batavia dengan Kedunggedeh. Versi lain, Beos berasal dari kata Batavia En Omstreken, yang artinya Batavia dan Sekitarnya, dimana berasal dari fungsi stasiun sebagai pusat transportasi kereta api yang menghubungkan Kota Batavia dengan kota lain seperti Bekassie (Bekasi), Buitenzorg (Bogor), Parijs van Java (Bandung), Karavam (Karawang), dan lain-lain. Namun bagi penduduk Jakarta tempo dulu, stasiun ini sering dilafalkan dengan Bé-OS. Kini nama stasiun ini dikenal dengan nama Stasiun Jakarta Kota.
Stasiun Beos merupakan salah satu landmark kota Jakarta Tua, didirikan pada awal tahun 1930an, yang juga merupakan lambang dari arstitektur bergaya modern pada masa itu. Merupakan pusat dari semua perjalanan kereta api pada masanya dan juga merupakan stasiun pertama yang dibuat.
Stasiun Juanda.
Jalan kereta api listrik dioperasikan pertama sekali pada tanggal 6 April 1925. Jalan yang dilengkapi listrik ini masih sedikit, baru lintas Jakarta – Pasarsenen dan berakhir di Jatinegara serta Jakarta – Gambir – Manggarai sampai Jatinegara. Pada tanggal 1 Pebruari 1926 lintas Jakarta – Tangjung Priok mulai dioperasikan. Baru pada tanggal 1 Mei 1927 jalan-jalan kereta api listrik yang belum selesai berhasil diselesaikan. Dengan kata lain, pada saat itulah selesai sebuah lintas kereta api listrik keliling kota yang disebut Ring Baan atau Ceintuur Baan.
Ada cerita unik dibalik pemugaran ulang jalan kereta ini. Dulu ketika Presiden sedang melaksanakan tugas kenegaraan dan harus melintas rel kereta, mobil yang ditumpangi oleh Presiden ini harus berhenti karena ada kereta yang mau lewat. Nah, gara-gara kejadian tersebut maka rel kereta mulai ditinggikan sejak saat itu.
Gedung Filateli Jakarta
Gedung yang dirancang tahun 1913 oleh arsiten J. Van Hoytama ini dulunya adalah Kantor Pos pada jaman Belanda. Pada awal kemerdekaan, gedung ini digunakan untuk pelayanan pos, telepon dan telegraph. Pada tahun 1995 dibangun perkantoran baru yang disebut Gedung Pos Ibukota (GPI). Gedung kantor pos lama kemudian diperuntukkan sebagai kantor pelayanan filateli dan kantor cabang Persatuan Filateli Indonesia di Jakarta.
Gedung Kesenian Jakarta
Gedung Kesenian Jakarta dibangun tahun 1821 di Weltevreden dan disebut sebagai Theater Schouwburg Weltevreden. Untuk penerangan digunakan lilin dan minyak tanah dan kemudian pada tahun 1864 digunakan lampu gas. Pada tahun 1882 lampu listrik mulai digunakan untuk penerangan dalam gedung.
Gedung ini direnovasi pada tahun 1987 dan mulai menggunakan nama resmi Gedung Kesenian Jakarta. Sebelumnya gedung ini dikenal juga sebagai Gedung Kesenian Pasar Baru dan Gedung Komidi. Gedung ini juga merupakan saksi sejarah penting perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaannya. Gedung ini pernah dipakai Ir. Soekarno sebagai tempat meresmikan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan digunakan sebagai tempat bersidang KNIP. Sebelum itu, gedung ini juga pernah digunakan untuk Konggres Pemoeda yang pertama tahun 1926.
Gedung Antara
Gedung berlantai tiga ini dibangun pada abad 19. Sejak awal dekade 1920 an, gedung ini telah berfungsi sebagai Kantor Berita ANETA (Algemeen Niews en Telegraaf Agentschap) yang dipimpin oleh seorang Indi Eropa dan Jawa Baretti. Dari sinilah naskah proklamasi disiarkan untuk pertama kalinya ke seluruh dunia. Saat ini gedung Antara menjadi tempat pameran foto oleh komunitas fotografi Mind/Passion atau yang biasa dikenal Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA).
Passer Baroe
Tahun 1821, sebuah pasar baru dibuka oleh Daendels. Pasar itu dibuat untuk membedakan Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang yang sudah didirikan lebih dulu pada 1733 oleh tuan tanah Justinus Vinck. Sebagai pasar yang baru di kawasan Weltevreden yaitu sebuah tempat di selatan Batavia lama yang dirancang sebagai pusat pemerintahan yang baru, pasar itu kemudian diberi nama Passer Baroe. Pasar ini dibangun dengan sistem los (disewakan per ruang).
Passer Baroe, yang terletak tak jauh dari Rijswijk dan Noordwijk (Jalan Veteran dan Jalan Juanda), merupakan pasar untuk kalangan elite di masa itu. Di pasar inilah untuk pertama kalinya sebuah toko menjual berbagai barang dengan mencantumkan harga pas. Toko itu milik Tio Tek Hong, pria asal Pasar Baru, dan ia pula yang merintis kebiasaan menutup toko setiap hari minggu dan hari raya.
Klenteng Sin Tek Bio
Kelenteng yang awalnya bernama Het Kong Sie Huis Tek, berubah menjadi Sin Tek Bio tahun 1820 dan 1982 diganti nama dengan Dharma Jaya itu, memiliki sekitar 1.000-an koleksi barang dari abad ke-17 hingga abad ke 20.
Semula bangunannya terletak di Jl Belakang Kongsi no 16, kini dipakai Mie Aboen. Kemudian, pada tahun 1812 bangunan dipindahkan menghadap ke Jl Samanhudi yang dulunya disebut gang Tepekong, sekarang sebagai jalan Pasar Baru Dalam Pasar no 146 Jakarta Pusat.
Gereja Ayam
Gereja Ayam adalah sebutan yang diberikan oleh masyarakat kepada GPIB Pniel yang terletak di Jl. H. Samanhudi 12, di daerah Pasar Baru, Jakarta Pusat. Arsitektur gereja ini dirancang oleh Ed Cuypers dan Hulswit. Gereja ini dibangun antara 1913 dan 1915 dan mulanya diberi nama Gereja Baru. Julukan Gereja Ayam diberikan karena di atap gereja ini diletakkan sebuah petunjuk arah angin yang dibuat berbentuk ayam.
Jelajah yang berakhir di Gereja Ayam ini ditutup oleh kuis. Panitia menanyakan kembali beberapa tempat yang sebelumnya kami kunjungi. Seru juga jalan-jalan dan jeprat-jepret di kota tua, bisa jadi bahan refreshing di waktu weekend. Berhubung jalan-jalan naik sepeda onthel belum kesampaian, saya mo buat rencana untuk jalan-jalan lagi ke sana ^_^
One Response to “Jelajah Kota Toea – Passer Baroe 1821”
Selamat pagi, kunjungan perdana saya. Salam kenal bro. Blog nya bagus 😀