Hari Kartini, Wanita Dan Kesetaraan Gender
Hari ini berangkat naik transjakarta ada yang berbeda, kalo biasanya ibu-ibu supir mengenakan blazer saat bertugas, kali ini mengenakan kebaya lengkap dengan rambut di sanggul. Ada beberapa yang menggunakan kacamata hitam. Sesampainya di lobby kantor, karyawan bank mandiri lebih keren lagi, mengenakan pakaian adat jawa. Situasi unik yang hanya ditemui setahun sekali. Jadi inget jaman sekolah dulu, yang cewe-cewe pada pake kebaya gitu deh, dengan dandanan yang super duper menor. Hahahaa.
Hari Kartini mengingatkan kita akan tekad kuat seorang Kartini yang berjuang mengangkat hak-hak wanita agar sejajar dengan kaum pria. Yang jadi pertanyaan kita adalah, sampai sejauh mana relevansi perjuangan kartini dalam emansipasi dan kesetaraan gender yang akhir-akhir ini diusung oleh kaum wanita.
Banyak yang salah kaprah mengenai pengertian gender dan seks. Kebanyakan orang mengartikan gender dan seks adalah dua hal yang sama, padahal tidak. Gender itu sendiri adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan Sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Sedangkan Seks adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya.
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/ dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Gender lebih menitik beratkan kepada fungsi, tugas dan tanggung jawab serta kedudukan antara pria dan wanita. Jadi kalo pria umumnya pergi bekerja dan wanita memasak di rumah, itu adalah perilaku atau budaya yang kita sebut dengan gender.
Salah satu sulitnya kesetaraan gender adalah stereotype atau pola pikir masyarakat (ciaaah.. bahasanya) kita yang turun temurun bahwa laki-laki akan menjadi pemimpin dan perempuan akan menjadi ibu rumah tangga. Ternyata pembedaan gender itu sudah kita dapatkan ketika sekolah lho. Coba deh liat-liat lagi buku pelajaran SD kelas 1 atau kelas 2. Pasti disitu disebutkan “Ayah pergi ke kantor” dan “Ibu pergi ke pasar”. Hehehe. Belom lagi pas upacara, setiap pemimpin upacara pasti laki-laki dan pengerek bendera pasti perempuan. Saya pernah mengubah komposisi ini ketika SMU, waktu itu pemimpin upacaranya perempuan dan pengerek benderanya laki-laki semua, dan saya salah satunya :p
Mungkin jadi dilema tersendiri bagi kaum wanita, ketika menuntut kesetaraan gender, toh akhirnya mereka akan kembali lagi ke rumah untuk mengurus anak dan menjadi ibu rumah tangga. Wanita itu memang makhluk yang luar biasa. Mereka memiliki keahlian untuk bekerja secara produksi dan reproduksi. Produksi berarti wanita bekerja sebagai seorang wanita karir yang memenuhi kebutuhan pangan sandang dan pangan. Sedangkan reproduksi berarti wanita tidak hanya hamil dan melahirkan, tetapi juga mengasuh dan merawat sehari-hari manusia baik fisik maupun mental.
Memang banyak masalah yang dihadapi dalam kesetaraan gender, seperti diskriminasi pekerjaan, upah, emansipasi, pendidikan, pandangan stereotype. Sekarang kalo ditanya balik ke wanita, pengin emansipasi tapi kalo naik bus atau kereta penginnya duduk. Pengin kesetaraan gender, ketika ada kesempatan untuk memimpin, gak berani.
Di tengah perjuangan menuntut kesetaraan gender, ternyata masih banyak yang setengah hati, bahkan dari wanita itu sendiri. Jadi gimana para wanita?
Selamat Hari Kartini.
One Response to “Hari Kartini, Wanita Dan Kesetaraan Gender”
=D>