On Stress Overload

Weekend kemarin bisa dibilang salah satu weekend terburuk yang pernah saya hadapi. Weekend yang harusnya diisi dengan refreshing untuk menghilangkan stress, yang saya alami malah sebaliknya, stres berat. Kerjaan kantor yang masih belum selesai memaksa saya untuk melanjutkannya lagi di rumah. Dan tidak hanya itu aja, ada sekitar 4 masalah lagi yang harus saya selesaikan dalam waktu bersamaan.

Hasilnya, badan lemes, pegel-pegel dan yang paling aneh.. rambut rontok. Sebisa mungkin saya coba alihkan stres yang saya alami dengan dateng ke toko buku, belanja buku dan majalah sepuasnya trus duduk-duduk sambil makan donat sendirian. Balik dari situ, ngabisin coklat dan es krim di kulkas. Mendingan sih, walaupun perilaku makan memakan jadi tidak terkendali. Hahaha.

Menurut Dr. Hans Selye, stres adalah respons umum terhadap adanya tuntutan pada tubuh. Tuntutan tersebut adalah keharusan untuk menyesuaikan diri, dan karenanya keseimbangan tubuh terganggu. Manusia membutuhkan stres untuk bisa berfungsi normal.

Mula-mula, sejalan dengan meningkatnya stres, meningkat pula kinerja manusia sampai suatu titik tertentu. Pada saat ini kita tidak menganggap diri kita dalam keadaan stres, melainkan dalam keadaan bersemangat, bergairah, atau penuh dorongan. Namun, lewat titik tersebut, tambahan stres akan membuat kinerja kita menurun dan mengurangi kemampuan untuk mengatasinya (coping). Sebagian besar dari kita mempunyai rentang stres yang optimal atau “Daerah Nyaman” (Comfort Zone) yang membuat kita merasa nyaman dan berfungsi baik. Jika kita melampaui daerah nyaman, timbul rasa lelah yang merupakan tanda untuk mengurangi tingkat stres kita. Jika hal itu tidak dilakukan, maka kita menjadi kehabisan tenaga, sakit, dan akhirnya ambruk (breakdown).

Syukurlah, walaupun dalam kondisi stres, saya belum pernah berada dalam posisi ambruk atau bahkan sampai depresi. Paling-paling yang bisa saya lakukan untuk menghilangkan stres adalah olahraga, tidur dan makan yang banyak untuk menjaga kondisi badan tetep fit. Kalo dipaksain buat jalan dan seneng-seneng, yang ada malah nggak bisa nikmatin seneng-senengnya.

Bener juga kata Stephen Covey, yang bikin stres itu bukan dari apa yang kita pikirin, tapi berapa lama kita memikirkan hal yang membuat kita stres. Nih dia ceritanya:

Pada saat memberikan kuliah tentang Manajemen Stress, Stephen Covey mengangkat segelas air dan bertanya kepada para siswanya:

“Menurut anda, kira-kira seberapa beratnya segelas air ini?” Para siswa menjawab mulai dari 200 gr sampai 500 gr. “Ini bukanlah masalah berat absolutnya, tapi tergantung berapa lama anda memegangnya. ” kata Covey.

“Jika saya memegangnya selama 1 menit, tidak ada masalah.”
“Jika saya memegangnya selama 1 jam, lengan kanan saya akan sakit.”
“Jika saya memegangnya selama 1 hari penuh, mungkin anda harus memanggilkan ambulans untuk saya.”

Beratnya sebenarnya sama, tapi semakin lama saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat.

“Jika kita membawa beban kita terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi.” Beban itu akan meningkat beratnya lanjut Covey.

“Apa yang harus kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut, istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi”. Kita harus meninggalkan beban kita secara periodik, agar kita dapat lebih segar dan mampu membawanya lagi.

Jadi sebelum pulang ke rumah dari pekerjaan sore ini, tinggalkan beban pekerjaan. Jangan bawa pulang. Beban itu dapat diambil lagi besok.

Apapun beban yang ada dipundak anda hari ini, coba tinggalkan sejenak jika bisa. Setelah beristirahat nanti dapat diambil lagi.

Hidup ini singkat, jadi cobalah menikmatinya dan memanfaatkannya!!
Halter indah dan terbaik di dunia ini tak dapat dilihat atau disentuh tapi dapat dirasakan jauh di relung hati kita.

“Start the day with SMILE and have a good day.”

Leave a Reply

Basic HTML is allowed. Your email address will not be published.

Subscribe to this comment feed via RSS

four × four =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.