Historical Islands Adventure: Onrust Island
Onrust berarti tanpa istirahat, dimana aktivitas bongkar muat barang dan galangan kapal yang tanpa henti sepanjang hari di masa Kolonial. Karena saking banyaknya kapal di pulau Onrust, maka disebut Pulau Kapal. Onrust terdiri dari dua suku kata, “on” dan “rust” (Inggris, “un” dan “rest”) yang berarti tanpa istirahat. Kini Pulau Onrust dikenal sebagai pulau tanpa istirahat yang telah lama beristirahat.
Kata-kata di atas adalah seklumit pengantar mengenai Historical Island Adventure yang saya ikuti beberapa minggu yang lalu bersama teman-teman dari Komunitas Historia Indonesia. Petualangan menyusuri pulau-pulau di utara Jakarta ini diawali dengan mengunjungi Pulau Kelor, Pulau Cipir kemudian berakhir di Pulau Onrust yang sarat akan sejarah. Didampingi langsung oleh Kang Asep Kambali, pendiri KHI, peserta diajak untuk kembali ke masa lampau sejenak. Petualangan dikemas dengan kegiatan rekreasi dan edukasi yang menyenangkan sekaligus bermanfaat. Kalo kata kang Asep, hidup itu harus seimbang, kalo sabtu malem clubbing, minggu pagi diisi dengan wisata ke tempat-tempat bersejarah. Haha..
Benteng Martello di Pulau Kelor
Perjalanan pertama kami adalah mengunjungi Pulau Kelor atau Pulau Kherkof pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Di pulau ini terdapat Benteng Martello yang berfungsi sebagai garda terdepan untuk menangkal serangan dari Portugis, Inggris, Spanyol bahkan Bajak Laut. Pada tahun 1850, benteng yang bentuknya melingkar dan dibuat dengan batu bata ini digunakan untuk menaruh meriam besar yang dapat diputar 360 derajat.
Benteng yang saat ini masih berdiri merupakan sisa dari benteng aslinya yang lebih luas. Sebagian besar benteng runtuh dan rusak karena abrasi air laut, gempa Jakarta pada tahun 1966 dan akibat letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883. Sangat disayangkan, masyarakat sekitar kurang peduli dengan peninggalan sejarah ini. Ketika kami berkunjung tampak bekas bakaran ikan di dalam benteng dan banyak paku yang tertancap di dinding untuk menggantung peralatan/ perlengkapan memancing para nelayan.
Pulau Kelor biasa disebut juga sebagai Pulau Kuburan. Menurut kang Asep, banyak pemberontak dan tahanan politik yang dihukum mati di pulau Cipir dan Onrust, dimakamkan di pulau Kelor. Di pulau ini juga terdapat kuburan pemberontak Zeven Provincien atau Kapal Tujuh. Jika tanah di Pulau Kelor ini digali, banyak terdapat tengkorak di dalamnya.
Pulau Cipir/ Khayangan
Awalnya pulau ini bernama Pulau Khayangan, lalu berubah nama menjadi Pulau Cipir atau dalam bahasa Belanda Kuijper merupakan penyangga Pulau Onrust yang terdiri dari gudang-gudang makanan dan beberapa barak untuk karantina haji (1911-1933). Hal ini terlihat dari bekas jembatan yang menghubungkan antara pulau Cipir dan Onrust.
Pembangunan pertama pulau Cipir terjadi pada tahun 1668, yang diawali dengan pembangunan dermaga. 2 tahun kemudian, dibangun rumah sakit pada tahun 1670.
CIPIR/ KHAYANGAN ISLAND
- A PIER AND DOCK-YARD WERE BUILT BY THE DUTCH IN 1668
- IN 1679 A HOSPITAL WAS OPENED IN THIS ISLAND
- BY GOVERNMENTAL DECREE NO. CB 11/2/16/1972 THIS ISLAND WAS DECLARED A PROTECTED ARCHEOLOGICAL SITE SINCE 1972
MUSEUM AND HISTORY SERVICE
METROPOLITAN GOVERNMENT JAKARTA
Pulau Onrust, Letak Geografis dan Administratif
Secara Geografis, Pulau Onrust terletak pada 106° 44′ 0″ Bujur Timur dan 6° 02′ 3″ Lintang Selatan dan memiliki luas kurang lebih 7,5 hektar dari sekitar 12 hektar pada masa VOC. Pulau Onrust berjarak kurang lebih 14 KM dari Ancol, Jakarta Utara. Secara administratif Pulau Onrust terletak dalam wilayah Kelurahan Untung Jawa, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Akses ke Pulau Onrust
Pulau Onrust sangat mudah dicapai melalui tiga pelabuhan; Pelabuhan Marina Ancol, Pelabuhan Angke dan Pelabuhan Muara Kamal. Dari ketiga pelabuhan tersebut, yang paling dekat dengan Pulau Onrust adalah Pelabuhan Muara Kamal. Dengan menggunakan perahu tradisional, Pulau Onrust dapat dicapai dalam waktu 15-20 menit.
Yang Pernah Terjadi di Pulau Onrust
Sebelum abad ke-17, Pulau Onrust digunakan sebagai tempat peristirahatan raja-raja Banten. Daerahnya yang sejuk dan pepohonan yang rindang membuat para petinggi kerajaan Banten sangat menyenangi pulau ini. Maka tak salah jika raja-raja Banten menggunakan pulau ini sebagai tempat peristirahatan.
Namun, setelah penguasaan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) yaitu sebuah Perusahaan Dagang Hindia Timur Belanda di tahun 1619, Pulau Onrust digunakan sebagai tempat galangan kapal yang ditunjang dengan berbagai infrastruktur yang dibangun berbeda rentang waktunya, seperti dermaga (1610), benteng (1656), gudang mesiu (1659), bastion (1672) dan kincir angin untuk penggergajian kayu (1674).
Bangunan-bangunan tersebut mengalami kehancuran setelah serangan Inggris pada tahun 1803 dan 1806. Pemerintah Hindia Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jendral GA. Baron van der Capellen membangun kembali pulau ini dan memperbaiki beberapa fasilitas yang hancur. Namun, gelombang pasang letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 kembali menghancurkan bangunan-bangunan yang telah diperbaiki itu.
Selama kurun waktu 1905-1911, Pulau Onrust pernah juga digunakan sebagai tempat stasiun cuaca, atau saat ini dikenal sebagai Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Di era selanjutnya, kemudian Pulau Onrust berubah fungsi dan digunakan sebagai Karantina Haji hingga tahun 1933. Pelaksanaan karantina haji dalam suatu kajian politik terungkap dalam buku Prof. Dr. Aqib Suminto (Politik Hindia Belanda Terhadap Islam), bahwa ide karantina haji merupakan suatu sikap kekhawatiran yang sangat tinggi dalam pemerintahan kolonial terhadap meluasnya gerakan Pan-Islam yang dimotori oleh Jamaluddin Al-Afghan; Muhammad Abduh; dan Muhammad Rasyid Ridha di Timur Tengah.
Biasanya orang-orang yang pergi melaksanan ibadah haji akan bertahan di Tanah Arab paling sedikit 3 bulan. Kesempatan itu digunakan untuk belajar agama kepada ulama-ulama terkemuka. Munculnya gerakan Wahabi dan ide Pan-Islam yang menentang penjajahan orang “non-islam” akan memberi dampak pada militansi mereka yang menunaikan ibadah haji.
Kekhawatiran pemerintah Hindia Belanda itu ternyata berbuah kenyataan. Hampir semua pimpinan perlawanan di tanah partikelir adalah mereka yang telah menunaikan ibadah haji. Untuk mengawasi kegiatan orang-orang yang melakukan ibadah haji adalah melakukan karantina haji dengan alasan menjaga kesehatan. Pemerintah kolonial memberikan cap kepada mereka yang melaksanakan ibadah haji dengan kata (gelar) haji di depan nama orang itu. Dalam kenyataannya saat itu sejak munculnya Syarekat Islam (1912) lalu Muhammadiyah, para pimpinan Syarekat Islam di berbagai kota baik pulau jawa dan pulau sumatera adalah para haji.
Pemerintah kemudian mengalihkan fungsi bangunan bekas karantina haji itu sebagai tempat tahanan politik di era tahun 1933. Tahanan pertama yang menghuni bekas barak karantina haji tersebut adalah tahanan Pemerintah Hindia Belanda yang melakukan pemberontakan di Kapal Zeven Provincien atau yang dikenal dengan “Kapal Tujuh”
Peristiwa Zeven Provincien terjadi pada awal Februari 1933. Pemberontakan tersebut dipicu oleh diskriminasi pemerintah terhadap sistem penggajian anak buah kapal (ABK). Awak kapal pribumi dan Indo Belanda/ Eropa menerima upah lebih kecil dibandingkan awak kapal kebangsaan Belanda/ Eropa totol dalam satu uraian tugas.
Memasuki tahun 1940, kondisi politik Indonesia dipengaruhi oleh kondisi global Perang Dunia II. Ketika itu, orang-orang Jerman datang ke Indonesia untuk membuka hubungan dengan pemerintah Hindia Belanda. Namun, hubungan tersebut tidak dapat terealisasikan karena Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler terlebih dahulu menyerang Belanda. Akibatnya, orang-orang Jerman yang berada di seluruh Indonesia ditahan dan dilokalisasikan di Pulau Onrust. Salah satunya adalah Stenfurt, mantan kepala administrasi Pulau Onrust.
Jadi selama kurun waktu 1940 hingga 1942, Pulau Onrust digunakan untuk menampung tahanan kebangsaan Jerman. Mereka ditempatkan dalam barak-barak yang dahulu digunakan untuk para tahanan pemberontakan Kapal Zeven Provincien. Sementara itu, di Kelor, Cipir, Bidadari dan Edam tidak ada aktivitas menonjol yang dilakukan di pulau-pulau tersebut sehingga menjadi terbengkalai.
Pada periode pendudukan Jepang, minyak bumi dan karet menjadi alasan “jihad”nya orang Jepang, terutama setelah mereka menyerbu Pearl Harbour 7 Desember 1941, maka tidak ada pilihan lain adalah mendapatkan minyak bumi dan karet di Hindia Belanda melalui serangan militer. Akhirnya, dengan mengerahkan kekuatan penuh, Jepang berhasil masuk batavia pada tanggal 5 Maret 1942. Dimana kota itu telah ditinggalkan militer Belanda dan para pejabatnya yang mengungsi ke Australia melalui pelabuhan Cilacap. Beberapa hari kemudian Hindia Belanda menyerah tanpa syarat pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Dan Jepang menjadikan Pulau Onrust sebagai tempat tahanan, karena bagi Jepang pulau tersebut kurang potensial sebagai pertahanan, sebab pada saat itu sudah dikenal pesawat tempur udara.
Setelah Indonesia merdeka (1945), Pulau Onrust dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, diantaranya sebagai Rumah Sakit Menular di bawah pengawasan Departemen Kesehatan RI (1950-1960), tempat penampungan para gelandangan dan pengemis (1960-1965) dan tempat latihan militer. Namun, pada tahun 1960, seluruh pasien yang dirawat di Pulau Onrust dipindahkan ke Pos VII Pelabuhan Tanjung Priok yang fasilitasnya lebih baik. Setelah tidak digunakan untuk Rumah Sakit, Pulau Onrust dimanfaatkan untuk menampung gelandangan dan pengemis selama kurun waktu 1960-1965.
Pada tahun 1968, Pulau Onrust yang sudah di tinggalkan penghuninya mengalami penjarahan material bangunan secara besar-besaran oleh masyarakat sekitar. Akibatnya sebagian besar bangunan bersejarah ini rata dengan tanah sampai saat ini. Untuk melindungi pulau ini dari kehancuran yang lebih parah, maka pemerintah DKI Jakarta yang dipimpin oleh Gubernur Ali Sadikin mengeluarkan SK No. 11/2/16/72 yang menetapkan Pulau Onrust sebagai pulau bersejarah yang dilindungi. Tapi sudah terlambat!
PULAU ONRUST
- PADA TH. 1615 BELANDA MEMBANGUN DERMAAG DAN GALANGAN KAPAL UNTUK MEMPERBAIKI KAPAL-KAPAL VOC
- PADA TH. 1658 DIBANGUN SEBUAH BENTENG KECIL YANG KEMUDIAN TH. 1671 DIPERLUAS MENJADI BENTENG SEGILIMA, SELANJUTNYA TH. 1671 DIBANGUN GUDANG DOK DAN KINCIR ANGIN
- ANARA TH. 1800-1810 DISERANG DAN DIHANCURKAN ARMADA INGGRIS NAMUN BELANDA MEMBANGUNNYA KEMBALI
- PADA TH. 1911 PERANANNYA BERALIH MENJADI TEMPAT KARANTINA HAJI
- PADA TH. 1972 BERDASARKAN SK. GUBERNUR KDKI JAKARTA NO. CB 11/2/16/1972 DITETAPKAN SEBAGAI SUAKA PURBAKALA
DINAS MUSEUM DAN SEJARAH
PEMERINTAH DKI JAKARTA
Selain untuk menampung gelandangan, Pulau Onrust juga dijadikan sebagai tempat latihan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pelatihan tersebut bagian dari upaya strategi merebut Irian Jaya dari kekuasaan Belanda. Sesuai perjanjian KMB (1949), pengakuan Belanda atas Indonesia tidak termasuk Irian Barat.
Pada saat dijadikan sebagai tempat latihan tentara, Pulau Onrust pernah digunakan sebagai tempat eksekusi mati seorang pemimpin besar Darul Islam (DI) bernama Raden Sekar Maji Kartosuwiryo. Pada bulan Juni 1962, Ia ditangkap dan diadili dengan tuduhan telah melakukan pemberontakan dan berusaha melakukan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Hasil pengadilan memutuskan bahwa Ia diganjar hukuman mati.
Pulau onrust juga meninggalkan kisah gaib yang berupa penampakan hantu Maria Van De Veldes, seorang istri dari Johanna Kalf, penguasa Pulau Onrust. Maria van De Veldes meninggal pada usia 28 tahun karena penyakit malaria. Maria lahir pada 29 Desember 1693 di Amsterdam, Belanda dan meninggal pada 19 November 1721 di Pulau Onrust. Dalam pemakamannya, Maria mengenakan gaun berwarna merah. Menurut cerita, Maria sering menampakkan dirinya ketika sore hari dengan bermain ayunan di sekitar makam sambil mengenakan gaun merahnya.
Setelah tahun 1963, Pulau Onrust tidak lagi digunakan sebagai tempat latihan militer, sehingga menjadi terbengkalai. Ketika dimulainya revolusi orde baru, pulau tersebut dalam kondisi terlantar dan dikosongkan, maka memberikan kesan tak bertuan. Oleh karena kondisi tersebut, pada tahun 1968 terjadi pembongkaran dan pengambilan seluruh material bangunan yang ada. Barak-barak dan tempat karantina haji yang dahulu digunakan telah hancur karena pembongkaran yang dilakukan atas izin dari Koramil 072 Jakarta Utara tersebut.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah melalui Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta berupaya menyelamatkan sisa peninggalan arkeologi yang tersisa. Dengan SK Gubernur DKI Jakarta tertanggal 14 April 1972 No. cb 11/2/16/1972 pulau Onrust dinyatakan sebagai pulau bersejarah yang dilindungi. Selanjutnya tahun 2002, pulau Onrust ditetapkan sebagai Taman Arkeologi Onrust melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta N0. 134 tahun 2002 tentang pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta.
Kini, pulau resmi di bawah pengelolaan UPT Taman Arkeologi Onrust Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta, pulau Onrust dijadikan sebagai pulau-pulau pariwisata sejarah, budaya, arkeologi dan bahari. Pulau Onrust dibuka setiap hari selama 24 jam.
Selamat Berpetualang!
Referensi:
- Asep Kambali, “Historical Islands Adventure Onrust, Kelor, & Cipir Island”. Komunitas Historia Indonesia. 2012, Jakarta.
- UPT Taman Arkeologi Onrust, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2012, Jakarta
- http://www.komunitashistoria.org
- http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Onrust
- Foto: Onrust Island near Batavia, Abraham Storck (1644–1708)
- Foto: De binnenplaats van de oude kazerne op het eiland Onrust in de Baai van Batavia, Lonkhuyzen
One Response to “Historical Islands Adventure: Onrust Island”
Been there years ago.. actually i lost in that island by coinsidence, the island looks scary.. At that time, the island looks not maintained well.. Hmm…glad to know, it changes a lot now 😀