Camping Ceria di Papandayan
Apa jadinya kalo keinginan banyak orang dijadikan satu dalam pendakian? Ada yang bayar utang karena janjiin pacarnya naik gunung, reunian temen backpacker, ada yang pertama kali naik gunung dan ada juga yang sekalian poto prewedding. Santai.. semua bisa kok dijadiin satu. Gunung Papandayan merupakan satu yang terbaik di Kabupaten Garut.
Kenapa memilih Gunung Papandayan? Tidak jauh dari Jakarta, perjalanan menggunakan bus AKAP hanya memakan waktu 3 jam saja. Medan pendakian yang landai sehingga cocok untuk pendaki pemula. Pemandangan kawah yang menakjubkan, pesona mistis hutan mati, dan taman edelweiss yang menyejukkan mata.
Menuju kesana
Keberangkatan dari Jakarta bisa dari Terminal Kampung Rambutan atau Lebak Bulus. Naik bus jurusan Garut. Bus tersedia hingga pukul 24.00. Jika ramai penumpang, bus tersedia 24 jam. Turun di pertigaan Cisurupan dan dilanjutkan menuju Camp David menggunakan ojek. Atau bisa juga menyewa mobil pick up dari Terminal Guntur atau pertigaan Cisurupan.
Gunung aktif yang pernah meletus tahun 1772 dan memiliki ketinggian 2665 mdpl ini memang sedang populer akhir-akhir ini. Selain Gunung Papandayan, juga terdapat Gunung Guntur di sebelah selatan dan Gunung Cikuray di sebelah timur. Menjadikan Garut sebagai wisata pegunungan yang memanjakan para pendaki.
Tepat jam 12 tengah malam, 17 orang pendaki ceria yang tergabung dalam tim hore siap menaklukan Papandayan. Dengan menggunakan Bus dari Terminal Kampung Rambutan, kami sampai di Garut jam 3 pagi. Disini kami beristiahat sejenak di SPBU sambil menunggu mobil pick up yang akan mengantarkan kami menuju titik start pendakian di Desa Cisurupan, namanya Camp David. Entah darimana asal muasal nama Camp David ini. Menurut kebanyakan orang, jalur Cisurupan merupakan yang termudah dibandingkan dengan Jalur Pangalengan karena treknya yang aman dan bersahabat bagi pendaki pemula. Jalan berlubang dan rusak parah menjadi pemandangan menuju Camp David.
Wow, suasana sangat ramai pagi itu. Ratusan pendaki dengan backpack besarnya mulai berdatangan memadati Camp David. Lapangan parkir yang luas mulai dipadati oleh mobil-mobil pick up dan mobil pribadi. Warung-warung makanan mulai dipenuhi para pendaki yang sekadar sarapan ataupun bersiap-siap. Nasi uduk dan gorengan tempe adalah menu wajib sebelum pendakian. Saya dan Adri mulai mengeluarkan kamera, dan tripod kami taruh di samping daypack. Yeaah, waktunya Summit Attack!
Di trek awal, kami disuguhi jalanan bebatuan dengan trek yang menanjak. Wongso yang sudah pengalaman dengan Papandayan menawarkan kami untuk mencoba trek baru. Perlahan-lahan kami mulai memisahkan diri dari rombongan pendaki lain dan bergerak ke arah kiri. Saya dan Adri mulai mengambil beberapa gambar sepanjang perjalanan. Jalan yang beragam membuat seru perjalanan. Kami harus melewati jalan terjal yang dipenuhi batuan berserakan, sungai belerang dan dataran terbuka yang diselimuti rerumputan dan tanaman cantigi. Hingga akhirnya kami tiba di sebuah danau vulkanik berwarna coklat. Danau vulkanik ini bisa berubah warna. Terkadang berwarna coklat, namun bisa juga berubah menjadi hijau ataupun abu-abu. Dindingnya berwarna kuning dan mengepul asap belarang. Pemandangan yang menakjubkan!
Siapkan kamera
Pemandangan sepanjang pendakian adalah surga bagi fotografer. Banyak objek menarik seperti aliran sungai belerang, danau vulkanik dan rerumputan tanaman cantigi. Siapkan lensa sudut lebar dan filter CPL untuk membuat warna langit lebih kontras.
Trek selanjutnya adalah jalur pendakian yang paling sulit. Kondisi trek yang berpasir dan cukup terjal. Trek yang sangat menguras tenaga. Ini adalah risiko memilih trek yang tidak umum digunakan oleh para pendaki. Tidak terasa sudah berapa kali saya berhenti untuk sekadar mengatur napas. Setelah berjalan hampir satu jam, tibalah kami di suatu tempat yang bernama Hutan Mati.
Hutan Mati adalah pohon-pohon kering bekas erupsi yang lahir dari sebuah bencana pada tahun 2002, dimana erupsi Gunung Papandayan mematikan hampir seluruh hutan di kawasan ini. Tak diduga, erupsi inilah yang akhirnya membuat hutan mati menjadi pemandangan eksotis dengan kesan mistis. Seringnya erupsi yang terjadi menjadikan Gunung Papandayan sebagai gunung aktif yang cukup berbahaya di Jawa Barat.
Dari kejauhan tampak tenda warna warni berjejer memadati areal padang rumput yang luas. Setelah melewati pemandangan hutan mati, sampailah kami di daerah yang bernama Pondok Saladah, sebuah shelter yang biasa digunakan para pendaki untuk berkemah sebelum pendakian ke puncak Tegal Alun. Di pinggirnya terdapat Sungai Cisaladah yang mengalir sepanjang tahun. Suatu kondisi ideal untuk memenuhi kebutuhan air para pendaki.
Karena Pondok Saladah sangat ramai siang itu dan bingung mencari tempat kosong, terpaksa kami harus melipir hingga ke ujung mendekati hutan. Tapi di ujung inilah, terbentang tanaman edelweiss yang indah. Yang sangat mengejutkan buat saya, Pondok Saladah memiliki fasilitas toilet yang sangat bersih dan terawat serta dilengkapi dengan bak mandi dan closet. Sedangkan di tengah padang rumput, terdapat rumah sederhana yang menjajakan mie instan, gorengan dan minuman hangat. Fasilitas yang terbilang sangat mewah di atas gunung. Tentu saja, antrian toilet lebih banyak dikuasai oleh kaum perempuan. Sedangkan saya lebih memilih dibalik semak-semak di dalam hutan.
Acara camping lebih banyak diisi dengan makan, foto-foto dan makan. Yaah, namanya juga camping ceria di papandayan. Hahaha. Kebetulan saya satu tenda dengan Adri dan Ardi. Saya menyetel alarm jam 2 pagi untuk foto milky way bersama mereka. Sial, ternyata handphone saya silent dan kami bangun jam 6 pagi. Bahkan rencana untuk muncak ke Tegal Alun pun sirna. Kami lebih memilih sarapan dan meringkuk kembali di dalam tenda.
Tepat pukul 12 siang kami turun menuju Camp David. Kali ini kami melewati jalur yang berbeda ketika kami naik. Ternyata, jalur turun yang kami lewati adalah jalur yang biasa digunakan oleh para pendaki dan pecinta motor trail untuk menuju Pondok Saladah. Wajar saja, jalur ini sangat landai dan cukup aman untuk para pendaki pemula. Sekitar jam 3 sore tibalah kami di Camp David. Ahhh… pasti enak sewa ojek motor dari Camp David ke Pondok Saladah.
Ini adalah kesempatan pertama saya ke Papandayan dan Papandayan sudah berhasil membuat saya jatuh hati. Tsaaaah. Sangat menyenangkan bisa naik gunung dengan aktivitas foto-foto dan makan-makan yang cukup banyak. Tapi saya masih penasaran dengan bunga-bunga abadi di Tegal Alun dan saya masih ingin mengambil foto milky way dari Pondok Saladah dan Hutan Mati.
6 Responses to “Camping Ceria di Papandayan”
Uhuyyy… Kece banget abang satu ini. Next yuukk milkyway+hutanmati+edelweiss, moment yg gak boleh di lewatkan heheheh.
Ahayyy… yuk ah kesono lagi. Jangan bablas lagi yaah hahaha
Tulisannya keren & fotonya bagus-bagus bangetttttt
Terima kasih ema 🙂
Cakep kakak… ide naik gunung pake ojek itu boleh juga sepertinya ????????
Boleh kakaa.. cuma di papandayan motor bisa naik gunung