Menerima Kritikan, Latihan Menata Hati

Dalam kehidupan nyata, sangat banyak kejadian yang harus kita hadapi. Seberapa sukses kita menghadapinya adalah berbanding lurus dengan seberapa kemampuan diri kita dan seberapa besar keyakinan kita kepada Tuhan. Salah satu masalah yang pasti akan dihadapi oleh siapapun adalah menerima kritikan. Mendengar kata kritik bagi kebanyakan orang adalah sesuatu yang menyakitkan dan merendahkan diri kita. Bahkan kebanyakan orang menganggap pengritiknya adalah musuh. Akibatnya, jika sebuah kritik terlontar maka yang terjadi adalah permusuhan atau paling tidak perbedaan pendapat yang menegangkan.

Saya sendiri pun masih merasakan hal demikian. Yang saya coba lakukan adalah mencoba untuk lebih terbuka dan ikhlas dalam menerima kritikan. Bagi orang-orang yang sedang memperbaiki diri, kritikan justru bisa memicu dirinya untuk menjadi lebih baik. Orang tentu tidak mau menghabiskan energinya hanya untuk melampiaskan kekecewaan hati. Justru dengan mencari hikmah dibalik kritikan itu orang dapat merubah dirinya dengan cepat ke arah yang lebih baik.

Bagaimana jika kritikan itu merendahkan diri kita? Ah, sebenarnya kalau kita mau jujur, kita ini lebih rendah dari isi kritikan itu. Kita merasa direndahkan oleh kritikan karena kita merasa tinggi dan benar. Justru dengan merasa tinggi dan benar itulah kita semakin rendah.

Bagaimana jika kritikan itu disampaikan bukan pada saat yang tepat? Sebenarnya, kita tidak akan pernah merasa tepat menerima kritikan. Kita lebih siap dipuji daripada dikritik. Jika ada orang lain yang kita minta untuk mengritik, jarang-jarang mereka segera mengatakannya pada saat kita minta. Kalaupun dikatakan, maka sangat halus menyampaikannya. Justru pada saat kita tidak siap, maka itulah kritikan yang asli. Bisa jadi kritikan ini lebih mirip dengan keadaan kita yang sebenarnya.

Bagaimana jika cara menyampaikannya dengan cara yang kurang baik? Kita tidak perlu protes. Bukankah mereka berbicara dengan mulut mereka sendiri? Bukankah idenya muncul dari pikiran mereka sendiri? Kita tidak berhak untuk mengatur orang lain untuk bertindak seperti yang kita inginkan. Biarkan saja mereka berbicara dan kita meraih hikmahnya.

Bagaimana jika yang mengritik adalah orang yang kita cintai? Justru itulah bukti cinta tulus mereka kepada kita. Mereka ingin menyelamatkan kita dengan kritikan itu. Justru merekalah sahabat sejati kita. Mereka telah merelakan dirinya menjadi cermin bagi kita. Bukankah cermin adalah mahluk paling jujur yang menggambarkan obyek di dekatnya?

Jadi apa yang sebaiknya kita lakukan?

  • Jangan sekali-kali membantah kritikan itu, biarkan ia tertumpah. Jika kita membantahnya, maka ibarat aliran alir di sungai yang deras dan kita membendungnya. Maka yang terjadi adalah seperti bendungan jebol atau paling tidak, air meluap ke mana-mana.
  • Dengarkan sampai tuntas dan akui bahwa kritikan itu benar. Ucapkan terima kasih kepada yang menyampaikannya. Ini tidak begitu mudah, tapi justru di sinilah salah satu tolok ukur kualitas diri kita.
  • Berikan maaf dan kirim doa kebaikan bagi pengritik itu. Memberikan maaf dan mendoakan adalah bagian dari kedewasaan kita, jika dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Teman, mungkin tidak sesederhana dan semudah itu kita lakukan. Tapi apalah gunanya kita bergelut dengan kritikan sehingga kita kehilangan kesempatan untuk melakukan perbuatan baik lainnya. Lebih baik kita ubah energi marah kita menjadi energi positif. Jawaban terbaik untuk kritikan adalah perbaikan diri.

Leave a Reply

Basic HTML is allowed. Your email address will not be published.

Subscribe to this comment feed via RSS

1 × 4 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.