Jalan-Jalan ke Pulau Bangka

Pagi terasa begitu menyenangkan, walaupun lelah telah menderu semalaman. Daypack pun menunggu di samping pintu kamar, tak sabar rasanya ingin lepas dari penatnya rutinitas. Yeaay, pagi ini saya akan menuju ke Pulau Bangka. Acara tahunan kantor yang lebih dikenal dengan istilah Outing atau Kick-off Meeting.

Tak ingin mengulang kejadian tahun lalu dimana saya harus terburu-buru ditambah dengan perut melilit sepanjang perjalanan, pagi ini saya terpaksa harus berangkat lebih awal. Di kegelapan pagi, saya bergegas menuju halte kampus UI, deretan Burung Biru siap mengantarkan saya menuju bandara. Beruntung, pak supir cukup sigap menghadapi kemacetan jalan raya. Yaaa.. walaupun telat untuk sarapan pagi bersama, setidaknya roti dan susu yang saya makan di tengah perjalanan, cukup untuk mengganjal perut sesampainya di Bangka.

10.45 CGK – PGK.

Day1
Waktu menunjukkan pukul 11.45, cuaca cukup bersahabat ketika kami tiba di bandara Depati Amir, Pangkal Pinang. Rombongan kami yang berjumlah 25 orang disambut dengan hangat oleh pemandu wisata yang siap mengantarkan kami ke beberapa objek wisata di Pangkal Pinang. Dengan menggunakan minibus, perjalanan wisata kami pun dimulai. Dian, seorang pemandu wisata yang akan memandu kami selama 2 hari kedepan mulai bercerita sepanjang perjalanan mengenai pulau Bangka. Dengan gaya bahasa yang lucu dan sedikit agak narsis, Dian mulai menjadi sasaran empuk untuk menjadi bahan kecengan selama perjalanan. Lulusan Akuntansi Universitas Padjajaran ini lebih memilih bekerja di pemerintahan daerah dan menjadi pemandu wisata karena kecintaannya akan pulau Bangka. Hmm.. sepertinya kami memliki pemandu wisata yang mumpuni untuk mengenal lebih jauh mengenai pulau ini.

Menempuh waktu selama 30 menit dari bandara Depati Amir, akhirnya kami sampai di tujuan pertama, Pantai Pasir Padi. Pantai yang berjarak 7 Km dari Pangkal Pinang, ibu kota Propinsi Kepulauan Bangka Belitung ini merupakan tempat pertama yang kami kunjungi karena lokasinya yang masih berada di kota dan sangat mudah untuk dijangkau. Hampir semua wisatawan yang tiba dari bandara Depati Umar, pasti mengunjungi Pasir Padi terlebih dahulu sebagai persinggahan pertama. Keunikan Pantai Pasir Padi  adalah ombak yang tenang dan kontur pasir yang padat, putih dan halus. Kata Dian, saat air laut mengalami pasang surut, pantai ini bisa digunakan sebagai arena lomba balap motor.

Selain Pasir Padi, banyak pantai indah yang dimiliki oleh Pulau Bangka, seperti Pantai Parai, Tanjung Pesona, Pantai Matras, Pantai Rebo, Tanjung Ular, Tanjung Kalian, Air Anyir dan Romodong. Waah.. bakalan nggak cukup 3 hari nih untuk menikmati semua wisata pantai. Istirahat di Pasir Padi kami manfaatkan untuk makan siang di Rumah Makan Biru Laut.

Setelah puas makan siang dan berfoto-foto, perjalanan pun kami lanjutkan kembali. Kali ini kami akan mengunjungi Museum Timah. Dalam perjalanan menuju Museum, Dian bercerita mengenai kondisi alam di Pulau Bangka yang saat ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Tampak oleh kami, beberapa tempat di pinggir jalan raya, banyak dijumpai bekas penambangan timah yang sepertinya ditinggal begitu saja.

Letaknya yang strategis di jalan raya Pangkal Pinang, membuat Museum Timah sangat mudah untuk ditemui, ditambah dengan kereta timah yang terpajang di depan gedung Museum, semakin menguatkan identitas dari sebuah Museum. Sesampainya di Museum Timah, pemandu museum yang ramah dan penuh semangat menjelaskan kepada kami mengenai sejarah penambangan timah di Pulau Bangka. Semua peninggalan dan cerita sejarah tersimpan rapih di museum ini.

Museum yang dibuka sejak tahun 1997 ini menempati bangunan bekas rumah karasidenan zaman belanda. Sebelum menjadi museum, rumah ini merupakan rumah tempat tinggal karyawan perusahaan BTW ( Banka Tin Winning). Dari museum ini kita bisa mengetahui kalau timah pertama kali digali di Pulau Bangka pada tahun 1709. Pulau Bangka Belitung memang sangat terkenal dengan timahnya. Jadi, kalau anda ke pulau Bangka, anda wajib mengunjungi Museum Timah.

Tak ingin menyia-nyiakan waktu hari ini, kami meyempatkan diri mengunjungi pengrajin kain Ishadi Cual yang menjual pakaian dan kain khas Bangka. Letaknya berada di Jl. Ahmad Yani No. 46. Ishadi merupakan nama dari Isnawati dan Abdul Hadi (telah meninggal Januari 2006). Cual sendiri merupakan kain adat yang sudah berkembang sejak abad XVI di pulau Bangka, hanya saja masyarakat disini lebih mengenal songket palembang karena sebelumnya kepulauan Bangka Belitung masuk ke dalam propinsi Sumatera Selatan. Kain cual pada dasarnya adalah kain tenun seperti songket, dengan warna-warna yang cerah dan menyala, khas kain tradisional Melayu. Tak banyak yang bisa kami lakukan disini selain melihat-lihat beberapa hasil kerajinan kain cual.

Tempat berikutnya adalah Otak Otak Amui. Kata Dian, disini adalah otak-otak terenak di pulau Bangka, walaupun yang saya rasakan sama aja dengan otak-otak yang saya beli di Jakarta, hanya saja variasi otak-otaknya lebih banyak. Sambil ngobrol santai dengan teman, hampir semua mengatakan “yang bikin enak sambelnya”. Yup, rasa otak-otaknya sih sama aja dengan kebanyakan otak-otak, hanya saja sambelnya yang membuat saya tidak bisa berhenti menguyah. Makan otak-otak disini belum lengkap rasanya kalu belum ditemani dengan es kacang merah. Anyway buswaaay, sepertinya ini tempat terlama yang kami kunjungi sebelum kami menuju ke hotel untuk beristirahat. Rombongan kami pun memesan otak-otak yang diantarkan di hari terakhir sebagai oleh-oleh.

Hanya 2 jam waktu yang bisa kami manfaatkan untuk beristirahat di kamar hotel. Pada saat keluar hotel, minibus sudah siap mengantarkan kami. Kata Dian, kami akan makan malam di salah satu tempat makan yang wajib dikunjungi di pulau Bangka, namanya Rumah Makan Mr. Asui.  Mr. Asui terletak di tengah kota Pangkal Pinang, tepatnya di Yang Zubaidah. Dari plang nama yang kami lihat, kami kira rumah makan ini berada di pinggir jalan, ternyata kami harus memasuki sebuah gang untuk menuju tempat makan tersebut. Ada tiga rumah makan dalam satu deret rumah yang menyatu.  Mr. Asui berada di rumah kedua.

Lagi-lagi, kami disuguhi makanan laut seperti di Pasir Padi. Hadir dihadapan saya, buntut ikan tenggiri bakar, kepiting saus tiram dan cah kangkung. Kombinasi yang pas ditambah dengan cocolan sambal terasi khas bangka. Makan malam di Rumah Makan Ashuy menjadi tempat wisata terakhir di hari ini. Satu kata untuk hari ini, kenyang 🙂

Malam mulai mengusik rasa ingin tahu saya mengenai kehidupan malam di kota Pangkal Pinang. Setelah mencoba mengendap-ngendap dan mencari tahu dari beberapa pegawai hotel, akhirnya supir hotel mulai mengantarkan kami ke tempat karaoke di salah satu hotel yang letaknya tidak jauh dari tempat kami menginap. Dari luar, suasana begitu sepi. Tapi siapa sangka, begitu kami masuk, phiuuuhhh.. suara sayup-sayup musik mulai terdengar dan gadis-gadis berpakaian seksi berlalu lalang sambil menatap dengan senyuman nakal. Salah satu wanita mulai mengantarkan kami menyusuri lorong demi lorong. Wooow, belom pernah saya melihat tempat karaoke seperti ini. Ruangannya lumayan besar dengan sofa kulit memanjang yang terlihat sobek disana sini. Beberapa lantai keramik terlihat pecah. Di pojok ruangan terdapat meja yang sepertinya mirip meja makan dengan beberapa bangku dan kamar mandinya yang jauh dari kesan terawat. Peralatan karaoke pun seadanya, televisi 50 inchi dengan monitor komputer CRT 14 inchi sebagai operator. Ya.. sudahlah.. nikmati saja.

Day2:
Tidak puas kami mengunjungi Pasir Padi di hari pertama, kali ini kami akan mengunjungi Parai. Salah satu pantai terindah di Pulau Bangka. Tapi sebelum menuju kesana, kami harus lebih dulu mengunjungi dua tempat wisata, yaitu Desa Gedong dan Phak Kak Liang. Perjalanan menuju Desa Gedong kami tempuh selama 2 jam dari Pangkal Pinang. Kendaraan hanya diijinkan untuk masuk sampai dengan Gapura.

Selanjutnya kami harus berjalan kaki untuk menyusuri tempat ini. Desa Gedong merupakan kampung Cina tertua di Pulau Bangka yang saat ini ditetapkan sebagai Desa Wisata. Letaknya berada di wilayah Lumut, kecamatan Belinyu. Warga di Desa Gedong adalah generasi penambang terakhir di Pulau Bangka. Kehidupan mereka rata-rata berdagang dan pembuat makanan khas Bangka seperti kerupuk, kemplang dan getas.

Di kampung inilah kami mengunjungi salah satu pembuat kerupuk getas, makanan khas Bangka Belitung yang terbuat dari ikan tenggiri dan kerupuk kricu yang terbuat dari cumi-cumi. Sayang, kami tidak diijinkan untuk melihat langsung pembuatan kerupuk ini dengan alasan rahasia perusahaan. Dari kampung inilah, kerupuk Getas dan Kricu didistribusikan ke seluruh Bangka. Sambil ngobrol-ngobrol dengan pemilik rumah, mulut ini sepertinya tidak mau berhenti menyicipi ‘kerupuk gratisan’. Alhasil, setiap orang  setidaknya membeli minimal 3 kerupuk untuk dijadikan oleh-oleh.

Tempat kedua yang kami kunjungi masih berhubungan dengan kebudayaan China, namanya Phak Kak Liang. Phak Kak Liang merupakan tempat wisata yang dibangun di atas bekas penambangan timah. Lokasinya berada di kecamatan Belinyu. Untuk menuju Phak Kak Liang, kami harus melewati penambangan timah. Di kanan kiri jalan, terlihat jelas sisa-sisa penambangan timah yang membentuk kubangan besar dan timbunan pasir yang tinggi.

Daya tarik lain bagi wisatawan disini yang tak kalah menariknya adalah ikan air tawar yang berada di danau ini. Pengunjung dapat memberi makan yang telah disediakan oleh penjaga setempat. Menurut cerita yang sampai saat ini masih diyakini, ikan-ikan yang ada di danau ini tidak boleh dipancing atau dimakan.

Perjalanan kami lanjutkan menuju pantai Parai. Perjalanan terasa begitu membosankan. Yang kami lihat sepanjang perjalanan hanya hutan, sesekali terlihat beberapa pemukiman penduduk dan penambangan timah. Pemandangan yang monoton membuat kami tertidur sepanjang perjalanan. Suasana yang tadinya riang dan penuh riuh canda, sekejap berubah menjadi sunyi senyap. Setelah satu jam kami lalui, tiba-tiba dari kejauhan terlihat pesisir pantai. Ahh.. Parai! Pantainya cukup terlihat indah dengan beberapa batuan yang menjadi tempat favorit kami untuk berfoto-foto. Parai menjadi penutup perjalanan wisata kami di pulau Bangka.

Tidak puas dengan pengalaman malam kemarin, kali ini saya mencoba menyambangi salah satu klub malam dan tempat billiard yang cukup terkenal di Pangkal Pinang. Hahaha… teteuuu. Saya dan teman-teman menghabiskan malam terakhir di tempat ini dan keesokan hari kami harus berkemas kembali dan bersiap menuju Jakarta.

Leave a Reply

Basic HTML is allowed. Your email address will not be published.

Subscribe to this comment feed via RSS

10 + eight =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.